Oleh : Chitra Imelda
(Dosen Ilmu Hukum Universitas Sjakhyakirti)
Pemilihan Kepala Daerah 2024 akan menjadi momen penting untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati beserta wakilnya. Pemilihan ini akan dilaksanakan secara serentak di berbagai daerah di seluruh Indonesia, menunjukkan komitmen bangsa untuk memperkuat demokrasi lokal melalui partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan pemimpin mereka. Oleh sebab itu, dalam kehidupan berpolitik, seorang pemimpin diharapkan memiliki tingkat integritas yang tinggi dan memahami pentingnya memisahkan kepentingan pribadi dari kepentingan publik.
Sebagai pengamat sosial dan politik, saya percaya bahwa penerapan etika yang ketat dalam kehidupan berpolitik tidak hanya meningkatkan kepercayaan publik, tetapi juga menjaga stabilitas dan kesatuan bangsa. Dalam kehidupan berpolitik, seorang pemimpin diharapkan memiliki tingkat integritas yang tinggi dan memahami pentingnya memisahkan kepentingan pribadi dari kepentingan publik karena pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan publik dengan tidak menggunakan jabatan mereka untuk keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.
Pentingnya pendidikan etika politik dan hukum untuk para kader-kader pemimpin, untuk menerapkan Integritas dan tanggung jawab dengan dua pilar utama dalam kepemimpinan yang baik. Sebagai contoh, Seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan publik dan bekerja demi kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks Pilkada, misalnya, penggunaan Dana Operasional Pemerintah (DOP) yang berasal dari APBN untuk bantuan kemasyarakatan menjelang pemilu sering kali digunakan dengan tujuan politik yang kuat. Hal ini dapat merusak prinsip pemilu yang dijamin oleh konstitusi.
Dalam proses Pilkada sering kali diwarnai oleh berbagai konflik politik dan hukum. Konflik ini dapat timbul dari berbagai kepentingan politik, perbedaan interpretasi hukum, dan persaingan sengit antar kandidat.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menangani beberapa perkara terkait politik pemilu kepala daerah sejak tahun 2015 hingga 2024, menunjukkan peningkatan jumlah permohonan yang diajukan, terutama pada tahun-tahun dengan pemilihan serentak. Konflik politik dalam Pilkada bisa berbentuk perselisihan hasil pemilihan, praktik kampanye yang tidak sesuai peraturan, dan keterlibatan aparat pemerintah dalam mendukung salah satu calon. Perselisihan hasil pemilihan sering kali menimbulkan konflik yang berujung pada proses hukum di Mahkamah Konstitusi.
Oleh sebab itu, menurut pandangan saya, Pendekatan win-win solution sangat relevan dalam konteks ini. Pendekatan ini bertujuan untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam konflik, sehingga dapat mengurangi ketegangan dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif untuk pembangunan. Win-win solution melibatkan mediasi yang transparan dan partisipatif, di mana semua pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti dan argumen mereka dengan adil. Untuk menerapkan win-win solution dalam Pilkada, beberapa langkah strategis dapat diambil, seperti:
- Mediasi: Menggunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
- Reformasi Regulasi Kampanye: Memperbaharui peraturan kampanye untuk lebih ketat dalam mengatur praktik-praktik yang merugikan.
- Pengawasan Independen: Menguatkan peran lembaga pengawas independen seperti Bawaslu dalam memantau jalannya Pilkada.
- Pendidikan Politik dan Hukum: Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat dan para kandidat mengenai pentingnya etika politik dan hukum Etika kehidupan berpolitik yang mengutamakan integritas dan tanggung jawab sangat penting bagi seorang pemimpin.
Posting Komentar